Artikel-Pernah Tayang

Kecintaan Bung Karno, Tan Malaka, dan Gusdur Terhadap Buku, Serta Kebiasaan Membaca Mereka yang Jarang Dimiliki Rakyat Indonesia.
"Buku Adalah jendela dunia". Kalimat tersebut jelas tak asing bagi kita, kalimat ini juga sering diucapkan orang yang berprofesi sebagai guru pada umumnya, dimana tak lain tujuannya agar memotivasi para murid-murid yang biasanya males kalau disuruh membaca.
Sebagai salah satu media untuk belajar, buku telah mengalami perkembangan, sekarang ini kita sangat dipermudah dengan adanya buku elektronik atau e-book yang bisa kita baca pada smart phone, laptop, ipad dsb . Bukan tipuan atau omongan belaka jika buku adalah sumber ilmu, selain itu buku juga berfungsi sebagai media yang mencatat segala hal yang terjadi didunia, contohnya seperti informasi peristiwa yang terjadi puluhan juta sampai milyaran tahun lalu telah terkemas dalam barang yang bernama buku ini, maka tak salah jika banyak sekali orang pintar, sukses hingga para pemimpin dunia yang memiliki kegemaran membaca buku, karena dengan membaca buku orang mampu semakin bijak dan berwawasan luas.
Jika kita menengok sejarah,  sebenarnya ilmu pengetahuan sudah ada sebelum buku dibuat, masyarakat dulu sudah memuat tulisan yang berisi sejarah, cerita dan ilmu pengetahuan dalam  batu maupun dari bahan tanaman seperti kulit lontar atau kulit kayu lainnya, hal ini memperjelas jika keberadaan buku sangat membantu manusia khususnya dalam dunia pendidikan sebagai salah satu media pembelajaran konvensional. Dengan semakin banyaknya buku yang dibuat dan dibaca berarti semakin banyak juga orang yang akan berpeluang menjadi orang yang terdidik, maka tak salah jika dengan buku suatu negara bisa menjadi maju dan mampu memunculkan ide-ide hebat pada setiap insan yang gemar membaca buku.
Sebagai presiden pertama Indonesia, Soekarno, atau yang akrab dipanggil Bung Karno dikenal sebagai salah satu orang yang sangat akrab dan menggemari buku, pahlawan yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah yang didirikan Belanda ini terkenal dengan kebiasaanya yang sering membaca buku dalam berbagai bahasa.  Menurut berita yang saya kutip dari CNNIndonesia dan buku yang berjudul Mereka Besar Karena Membaca karya Suherman , disebutkan jika beliau terbiasa membaca di tempat-tempat yang antimainstream seperti di dalam toilet. Akibat kegemaran tokoh lulusan ITB tersebut, beliau bisa menguasai berbagai bahasa seperti  Belanda, Inggris, Jerman dan Prancis disamping kefasihan beliau berbahasa Indonesia juga Jawa. Dampak lain akibat kegemarannya dalam membaca buku adalah beliau mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan, ideologi sampai teori politik, sosial dan ekonomi.
 Dalam buku itu juga tertulis bahwa selama ngekost di rumah H.O.S Tjokroaminoto, Bung Karno tinggal di kamar yang gelap, kamar itu tidak berlampu meskipun saat itu lampu listrik sudah ada, jadinya beliau selalu menyalakan lampu minyak siang maupun malam, selama disana pula Bung Karno juga sering membaca buku-buku milik H.O.S Tjokroaminoto yang mana  buku-buku tersebut isinya mengenai para tokoh dunia, seperti Karl Max, Lenin, Mahatma Gandhi dll. Bahkan saat Soekarno mendekam dipenjara beliau juga masih akrab dengan berbagai buku, beliau berpikir jika ruang penjara adalah ruang sekolahnya, maka tak heran jika beliau sampai meminta sang istri Inggit, untuk membawa buku-buku agama (karena pada saat menjenguk hanya buku agama yang diperbolehkan ada dipenjara) yang mampu Inggit kirimkan saat menjenguk suaminya Bung Karno.
Jika kita membicarakan tokoh yang berintelek asal Indonesia, tak afdol jika kita melewatkan Tan Malaka, salah satu tokoh besar Indonesia ini sudah sering kali menginjakkan kakinya ke berbagai negara bahkan antar benua, Tan Malaka juga bisa berbicara dalam beberapa bahasa seperti Jerman,Inggris, Mandarin dan beberapa bahasa lainnya, Tokoh yang terkenal misterius akan riwayat hidupnya ini terkenal juga sebagi seorang kutu buku, beliau memiliki minat besar terhadap pemikiran di Eropa, hal itu mungkin terjadi karena faktor beliau sempat belajar di salah satu negara di benua Eropa yakni Belanda, bahkan dalam buku itu juga dijelaskan beliau mencoba untuk membaca seluruh literatur Belanda. Tan Malaka juga sempat membuat buku, judul buku ciptaannya adalah Madilog, buku ini ditulis selama 8 bulan dengan rata-rata penulisan 3 jam perhari, dimana dalam buku itu membahas tiga pokok utama pemikirannya selama di tempat pembuangan, ketiganya adalah materialisme, dialektika dan logika. Yang mana juga dipaparkan jika buku Madilog ini adalah penerapan filsafat Marxisme - Leninisme.
Siapa yang tidak mengenal Abdurachman Wahid, atau yang akrab kita panggil Gusdur , beliau ini adalah presiden ke 4 Republik Indonesia, beliau juga terkenal dengan joke-nya "gitu aja kok repot?". Ulama, negarawan dan tokoh NU ini sangat suka membeli dan membaca buku, lalu juga suka menulis kembali berbagai buku, bisa dibilang beliau sangat suka membeli buku dan menggunakan  tidak sedikit uang untuk membeli buku. Tidak hanya membaca soal buku agama, ternyata Gusdur juga suka membaca buku berbau kebudayaan, filsafat Yunani, sastra picisan dan berbagai jenis buku lainnya. Maka tak aneh apabila sebutan presiden “gila” karena membaca tertuju pada beliau.
Melihat kecintaan membaca buku ketiga tokoh diatas, rasanya hal tersebut berbanding terbalik dengan realita masyarakat kita, selain menjadi negara berkembang yang masih memiliki banyak rakyat miskim, ternyata masyarakat Indonesia juga memiliki banyak masyarakat yang miskin semangat untuk membiasakan membaca, hal ini sejalur dengan kenyataan apabila Indonesia memiliki kualitas pendidikan yang masih sangat rendah dibandingkan banyak negara lainnya. Memang fakta yang sangat suram dan menyedihkan, karena warisan yang diwariskan presiden Soekarna tidak sampai pada keseluruhan rakyat Indonesia, dimana tradisi membaca beliau bagaikan api  yang terus membakar (memiliki semangat yang membara untuk membaca).
Buku dan membaca, adalah dua hal yang tak pernah jauh dari tokoh para pahlawan hebat di Indonesia, apabila barang yang disebut “buku” dan kegiatan yang disebut “membaca” menjadi rutinitas dan pegangan akrab ketiga tokoh Indonesia diatas, meskipun mereka menemui banyak rintangan dan hambatan  yang mereka alami pada masa hidup mereka, namun  semangat membaca  buku tak pernah lalai surut untuk mereka lakukan, dari buku-buku itu mereka belajar dan mampu mencentuskan pemikiran-pemikiran besar, hal ini bisa kita jadikan pelajaran, apabila jika kita ingin mensejahterakan negara bukan lagi dengan melakukan peperangan,  akan tetapi bisa kita lakukan dengan melakukan perubahan pada diri kita sendiri dari langkah kecil dahulu, yakni seperti melakukan kegiatan bermanfaat membaca buku, atau bahkan menjadi penulis buku yang mampu memberikan motivasi bagi banyak orang.
Artikel pernah tayang di apajake.id

Komentar

Postingan Populer